Assalamu'alaikum,Selamat Datang di Website KUA Kec.Kalideres,Ramah dalam pelayanan,Profesional dalam bekerja

Kamis, 31 Desember 2009

Software Penghitung Warisan (Faroidh)

Anda dapat mendowloadnya di sini

Selengkapnya...

Rabu, 23 Desember 2009

Pernikahan Tanpa Restu Wali


Oleh : HM. Mujib Qulyubi, MH (Penghulu)

Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan syar’i atau alasan tidak syar’i. Alasan syar’i adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir, atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabuk), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain (wali hakim) (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 90-91)

Jika seorang perempuan memaksakan diri untuk menikah dalam kondisi seperti ini, maka akad nikahnya tidak sah alias batil, meskipun dia dinikahkan oleh wali hakim. Sebab hak kewaliannya sesungguhnya tetap berada di tangan wali perempuan tersebut, tidak berpindah kepada wali hakim. Jadi perempuan itu sama saja dengan menikah tanpa wali, maka nikahnya batil. Sabda Rasulullah SAW,”Tidak [sah] nikah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad; Subulus Salam, III/117).

Namun adakalanya wali menolak menikahkan dengan alasan yang tidak syar’i, yaitu alasan yang tidak dibenarkan hukum syara’. Misalnya calon suaminya bukan dari suku yang sama, orang miskin, bukan sarjana, atau wajah tidak rupawan, dan sebagainya. Ini adalah alasan-alasan yang tidak ada dasarnya dalam pandangan syariah, maka tidak dianggap alasan syar’i. Jika wali tidak mau menikahkan anak gadisnya dengan alasan yang tidak syar’i seperti ini, maka wali tersebut disebut wali ‘adhol. Makna ‘adhol, kata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah menghalangi seorang perempuan untuk menikahkannya jika perempuan itu telah menuntut nikah. Perbuatan ini adalah haram dan pelakunya (wali) adalah orang fasik (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 116). Allah SWT berfirman :

فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian di antara kamu. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “ (QS Al-Baqarah : 232)

Jika wali tidak mau menikahkan dalam kondisi seperti ini, maka hak kewaliannya berpindah kepada wali hakim (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,”…jika mereka [wali] berselisih/bertengkar [tidak mau menikahkan], maka penguasa (as-sulthan) adalah wali bagi orang [perempuan] yang tidak punya wali.” (Arab : …fa in isytajaruu fa as-sulthaanu waliyyu man laa waliyya lahaa) (HR. Al-Arba’ah, kecuali An-Nasa`i. Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, Subulus Salam, III/118).

Yang dimaksud dengan wali hakim, adalah wali dari penguasa, yang dalam hadits di atas disebut dengan as-sulthan. Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam II/118 menjelaskan, bahwa pengertian as-sulthan dalam hadits tersebut, adalah orang yang memegang kekuasaan (penguasa), baik ia zalim atau adil (Arab : man ilayhi al-amru, jaa`iran kaana aw ‘aadilan). Jadi, pengertian as-sulthaan di sini dipahami dalam pengertiannya secara umum, yaitu wali dari setiap penguasa, baik penguasa itu zalim atau adil. (Bukan hanya dari penguasa yang adil). Maka dari itu, penguasa saat ini walaupun zalim, karena tidak menjalankan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, adalah sah menjadi wali hakim, selama tetap menjalankan hukum-hukum syara’ dalam urusan pernikahan. Demikianlah pemahaman kami, wallahu a’lam.

Untuk mendapatkan wali hakim, datanglah ke Kepala KUA Kecamatan tempat calon mempelai perempuan tinggal. Hal ini karena di Indonesia sejak 14 Januari 1952 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952, wali hakim dijalankan oleh Kepala KUA Kecamatan, yang dilaksanakan oleh para Naib yang menjalankan pekerjaan pencatatan nikah dalam wilayah masing-masing. Peraturan ini berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Sedang untuk luar Jawa dan Madura, diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1952 dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 1952 (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 91)

SYARAT PERNIKAHAN TANPA WALI DAN SAKSI

Wali dalam pernikahan adalah yang menjadi pihak pertama dalam aqad nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan mempelai perempuan, atau yang melakukan ijab. Sedang mempelai laki-laki akan menjadi pihak kedua, atau yang melakukan qabul. Wali merupakan syarat sah pernikahan gadis, tanpa wali pernikahan tidak sah, kecuali menurut mazhab Hanafi yang mengatakan sah nikah tanpa wali.

Dalam sebuah hadist dikatakan "Janda lebih berhak atas dirinya dan gadis hanya ayahnya yang menikahkannya" (H.R. Daru Quthni). Dalam hadist Ibnu Abbas "Tidak ada nikah sah tanpa wali" atau “Nikah tidak sah tanpa wali”. (H.R. AHmad dan Ashab Sunan). Urutan wali adalah sebagai berikut :
1. Ayah
2. Kakek (bapaknya bapak)
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki sebapak(lain ibu)
5. Anak laki-lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan)
6. Anak laki-lakinya saudara laki-laki sebapak
7. Paman (saudara laki-laki bapak sekandung)
8. Paman (saudara laki-laki bapak sebapak)
9. Anak laki-laki dari paman nomor 6 dalam urutan ini
10. Anak laki-lakidari paman nomor 7 dalam urutan ini. Kalau semua wali tidak ada maka walinya adalah pemerintah (dalam hal ini KUA).

Madzhab Maliki memperbolehkan wali "kafalah", yaitu perwalian yang timbul karena seorang lelaki yang menanggung dan mendidik perempuan yang tidak mempunyai orang tua lagi, sehingga ia seakan telah menjadi orang tua perempuan tersebut.

Wali juga boleh diwakilkan, demikian juga pihak lelaki juga boleh mewakilan dalam melakukan akad nikah. Cara mewakilkan bisa dengan perkataan, misalnya wali mengatakan kepada wakilnya "aku mewakilkan perwalian si fulanah kepada saudara dalam pernikahannya dengan si fulan", atau juga bisa menggunakan tertulis dengan surat pewakilan. Surat pewakilan bersegel akan lebih baik secara hukum. Dalam mewakilan tidak disyaratkan menggunakan saksi.

Perlu diketahui bahwa dalam hukum islam ada kaidah yang mengatakan "Semua transaksi yang boleh dilakukan sendiri, maka boleh diwakilkan kepada orang lain, apabila transaksi tersebut memang boleh diwakilkan". Adapun wali A'dhal adalah wali yang menolak menikahkan anak gadisnya karena alasan tertentu. Bila alasan tersebut bersifat aniaya, misalnya dengan tanpa sebab tapi wali menolak menikahkan maka perwaliannya diambil alih secara paksa oleh pemerintah, dan pemerintah yang menikahkan wanita tersebut. Seorang non muslim tidak bisa menjadi wali atas muslimah, maka dicari wali yang muslim berdasarkan urutan di atas. Bila tidak ada maka pemerintah yang menggantikannya, dalam hal ini KUA.

Sebelum penulis mengemukakan syarat-syarat nikah tanpa wali dan saksi ini, terlebih dahulu penulis akan menyampaikan dua hal pokok. Pertama, bahwa nikah tanpa wali dan saksi biasa disebut segolongan ulama dengan istilah nikah mut’ah. Istilah ini berdasarkan pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa nikah tanpa wali dan saksi inilah yang disebut nikah mut’ah.

Sementara itu jumhur ulama mendefinisikan nikah mut’ah, yaitu aqad nikah yang ditentukan dengan batas waktu tertentu disertai dengan lafadh mut’ah, bila batas waktu yang telah ditentukan itu habis maka talaq jatuh walau mungkin istri masih berat kepada suami. Ada pula aqad nikah yang tanpa syarat wali dan saksi, yaitu dalam madzhab Al-Dhohiry. Jadi bila kita mengikuti pendapat jumhur ulama maka mut’ah dengan nikah madzhab Al-Dhohiry ada perbedaan teknis, tujuan dan syarat-syaratnya. Oleh karena itu pembahasan nanti akan terbagi menjadi dua, yaitu nikah mut’ah dan nikah dalam madzhab Al-Dhohiry.

Hal kedua yang ingin penulis sampaikan yaitu: untuk memperoleh data dari persyaratan nikah ini, penulis juga melakukan interview dengan beberapa tokoh fiqih (kyai), mengingat sulitnya memperoleh data dari kitab selain madzhab empat di Indonesia yang mayoritas penduduknya bermadzhab Syafi’i. Di dalam kitab Nail Al-Authar, dijumpai beberapa syarat berikut :
1.Aqad nikah diselenggarakan dengan shighot mut’ah.
2.Ditentukan masanya, misalnya sebulan, dua bulan dan seterusnya.
3.Perempuan harus seorang janda, sedang bagi perempuan yang masih gadis maka wajib ada wali.
4.Dalam keadaan jauh dari lingkungan keluarga (istri), misalnya pergi ke daerah lain dalam rangkaian bisnis, bertugas sebagai serdadu dan sebagainya.
5.Adanya kekhawatiran untuk berbuat zina karena sebab pada nomor 4, atau karena istri tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai istri karena haidl yang tidak teratur dan sebagainya.
6.Tidak saling mewarisi, dan ada mas kawin (mahar).
7.Melakukan i’lan atau pemberitahuan minimal terhadap 40 orang di daerah ia tinggal maupun di daerah lain.

Demikian hasil dari kitab Nail Al-Authar jilid 9, bab nikah mut’ah.Dalam KITAB Bidayat Al-Mujtahid, dijumpai satu syarat lain, yaitu hendaknya dimeriahkan paling tidak dengan semacam kesenian tambur (terbangan-Indonesia). Kesimpulannya, bahwa persyaratan nikah mut’ah terpencar-pencar di pelbagai kitab yang hanya merupakan lintasan pendapat atau sanggahan dari pengarang sebuah kitab. Syarat-syarat tersebut adalah:
1) Aqad diselenggarakan dengan shighot mut’ah
2) Ditentukan masanya
3) Ada mas kawin (mahar)
4) Tidak saling mewarisi
5) Dalam keadaan darurat
6) Aqad diselenggarakan dengan keramaian
7) Adanya kekhawatiran berbuat zina
8) Harus melakukan i’lan (pemberitahuan) kepada orang paling sedikit 40 orang, baik di tempat tinggal mereka ataupaun di daerah lain.
9) Perempuan (istri) berstatus janda (sudah pernah menikah). Sedang mengenai rukun-rukunnya adalah mempelai laki-laki dan memperlai perempuan.

Itulah syarat dan rukun nikah mut’ah. Mengenai syarat dan rukun nikah dalam madzhab Al-Dhodiry tidak harus janda, aqad dengan shighot nikah/zawaj, saling mewarisi sebagaimana lazimnya, tidak ditentukan dengan masa, tidak bergantung dengan keadaan darurat, tidak harus dimeriahkan, tidak dalam kekhawatiran berbuat zina, tidak harus berstatus janda, ada mahar (mas kawin). Rukun-rukunnya sama seperti diatas. Demikian dalam kitab Al-Muhalla karangan pengikut Al-Dhohiry, Ibnu Hazm. Wallahu a’lam.

Selengkapnya...

Sabtu, 28 November 2009

Pengumuman Seleksi CPNS Kanwil Depag DKI Jakarta Tahun 2009

Berikut adalah hasil seleksi ujian tertulis penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 15 Nopember 2009.

Anda dapat melihatnya pada link di bawah ini:

Pengumuman Seleksi CPNS Kanwil DKI Jakarta

Selengkapnya...

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Negara mengatur mengenai perkawinan melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Untuk mendownload, silahkan anda klik link di bawah ini :

UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Selengkapnya...

Jumat, 13 November 2009

Wali Nikah


Semua urutan wali nikah tersebut hanya dari jalur keturunan laki-laki

Wali aqrab (dekat) hanya boleh pindah ke Wali ab'ad (jauh) jika:
  • Tidak beragama Islam
  • Fasiq (sering berbuat dosa/maksiat)
  • Belum baliqh (anak-anak)
  • Tidak berakal (gangguan jiwa)
  • Rusak pikiran (pikun)
  • Bisu, tuli
Wali nasab boleh pindah ke Wali hakim, bila:
  • Sudah tidak ada garis wali nasab
  • Walinya mafqud (hilang)
  • Wali tersebut mau menikahi perempuan itu (mempelai perempuan) dan tidak ada wali yang sederajat.
  • Walinya ba'id / jauh (sejauh perjalanan boleh mengqashor sholat +/ 92,5 km)
  • Walinya sedang sakit pitam / ayan
  • Walinya tidak dapat dihubungi
  • Kehak wali-annya dicabut oleh negara
  • Walinya sedang haji / umroh
  • Walinya tawaro (bersembunyi)
  • Walinya Udzur
  • Walinya Adhol / mogok (berdasarkan keputusan Pengadilan Agama)

Selengkapnya...

Rabu, 11 November 2009

Daftar KUA di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

A. Jakarta Barat
1. KUA Kec.Tambora Jl.Masjid Pekayon IV/46 Tambora Telp. 6913395
2. KUA Kec.Kebon Jeruk Jl.Raya Duri Kepa Telp. 5640052
3. KUA Kec.Grogol Jl.Hadiah IV/10 Kel.Jelambar Telp. 56963774
4. KUA Kec.Taman Sari Jl.Kemukus No.2 Kel.Pinangsia Telp. 6910757
5. KUA Kec.Palmerah Jl.Melati Putih No.2 Kel.Kemanggisan Telp. 5329895
6. KUA Kec.Kalideres Jl.Peta Utara No.2 Kel.Pegadungan Telp. 5450773
7. KUA Kec.Cengkareng Jl.Utama Raya Pasar Ganefo Telp. 5406246
8. KUA Kec.Kembangan Jl.Kembangan Utara Telp. 5821769

B. Jakarta Utara
1. KUA Kec.Koja Jl.Mangga No.24 Kel.Lagoa Telp. 43935422
2. KUA Kec.Cilincing Jl.Sungai Landak No.7 Cilincing Telp. 4407990
3. KUA Kec.Penjaringan Jl.Pluit Raya No.15 Penjaringan Telp. 6601505
4. KUA Kec.Pademangan Jl.Mulia Raya Telp. 6402649
5. KUA Kec.Tanjung Priok Jl.Yos Sudarso No.22 Telp. 43935765
6. KUA Kec.Kelapa Gading Jl.Tm Griya Pratama Blok MA Telp. 45841307

C. Jakarta Pusat
1. KUA Kec.Menteng Jl.Pegangsaan Barat No.14 Menteng Telp. 31931817
2. KUA Kec.Senen Jl.Kalibaru IV Gg.II No.36 Telp. 4258264
3. KUA Kec.Gambir Jl.Pembangun 11 Taman Petojo Utara Telp. 6338623
4. KUA Kec.Cempaka Putih Jl.Cempaka Putih Tengah XIII/10 Telp. 4258244
5. KUA Kec.Kemayoran Jl.Masjid Akbar Kemayoran Telp. 71517883
6. KUA Kec.Sawah Besar Jl.Mangga Dua Dalam No.10 Telp. 6016889
7. KUA Kec.Tanah Abang Jl.Mutiara No.2 Karet Tengsin Telp. 5743823
8. KUA Kec.Johar Baru Jl.Tanah Tinggi IV / 86B Telp. 4257980

D. Jakarta Selatan
1. KUA Kec.Kebayoran Baru Jl.Kerinci No.20 Keb.Baru Telp. 7393335
2. KUA Kec.Kebayoran Lama Jl.H.Saiman Buntu Pd.Pinang Telp. 75909442
3. KUA Kec.Setia Budi Jl.Setia Budi Barat VII / 8K Telp. 5261876
4. KUA Kec.Mampang Prapatan Jl.Kemang Timur 1/3 Telp. 7901913
5. KUA Kec.Tebet Jl.Tebet Barat Dalam 11 Telp. 8297707
6. KUA Kec.Cilandak Jl.Muhasyim VII/90 Cilandak Barat Telp. 7658558
7. KUA Kec.Pasar Minggu Jl.Jati Padang Raya No.52 Telp. 7822819
8. KUA Kec.Pancoran Jl.Rawajati Barat V Kel.Rawajati Telp. 7948428
9. KUA Kec.Pesanggrahan Jl.Beo No.19 Kel. Pesanggrahan Telp. 7365966
10. KUA Kec.Jagakarsa Jl.Sirsak No.97 Kel.Jagakarsa Telp. 7865026

E. Jakarta Timur
1. KUA Kec.Matraman Jl.Balai Rakyat Utan Kayu Matraman Telp. 8577053
2. KUA Kec.Jatinegara Jl.I Gusti Ngurah Rai Cip.Muara Telp. 8577966
3. KUA Kec.Pulo Gadung Jl.Balai Pustaka Rawamangun Telp. 4700994
4. KUA Kec.Kramat Jati Jl.Dukuh III No.3 Kramat Jati Telp. 87793173
5. KUA Kec.Pasar Rebo Jl.Makasar No.42 Kel.Pekayon Telp. 8707848
6. KUA Kec.Duren Sawit Jl. P.Revolusi No.47 Pd.Bambu Telp. 8602573
7. KUA Kec.Ciracas Jl.Penganten Ali Gg.AMD Kel.Ciracas Telp. 8413485
8. KUA Kec.Makasar Jl.Kerja Bhakti Gg.Abd.Gani Telp. 8003157
9. KUA Kec.Cipayung Jl.Bina Marga No.38 Telp. 8446808
10. KUA Kec.Cakung Jl.Kayu Tinggi Cakung Telp. 4610235

F. Kepulauan Seribu
1. KUA Kec.Kep.Seribu Utara Pulau Harapan
2. KUA Kec.Kep.Seribu Selatan Pulau Pramuka

Selengkapnya...

Rabu, 04 November 2009

Kontak Kami

Jika ada pertanyaan, saran, kritik dan masukan yang membangun silahkan hubungi kami di :

KUA Kecamatan Kalideres
Alamat : Jl. Peta Utara No. 2 Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat
Telpon : (021) 5450773
Email : kuakalideres@yahoo.com
Website : http://www.kuakalideres.blogspot.com/

Atau dengan mengisi contact form di bawah ini..

Name
Email Address
Subject
Message
Image Verification
captcha
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Selengkapnya...

Proses Sertifikasi Tanah Wakaf




Penjelasan gambar :
  1. Sebuah keluarga bermusyawarah terlebih dahulu untuk mewakafkan tanah miliknya.
  2. Kepala keluarga (selaku Wakif), beserta Nadzir (Pengurus wakaf)dan saksi datang ke KUA menghadap Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
  3. PPAIW memeriksa persyaratan wakaf * dan selanjutnya mengesahkan Nadzir.
  4. Wakif mengucapkan ikrar wakaf dihadapan saksi-saksi dan PPAIW, selanjutnya membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan salinannya.
  5. Wakif, Nazdir, dan saksi pulang membawa AIW (form W.2a).
  6. PPAIW atas nama Nadzir menuju ke Kantor Pertanahan Kabupaten /Kota dengan membawa berkas permohonan pendaftaran tanah wakaf dengan pengantar form W.7.
  7. Kantor Pertanahan memproses sertifikat tanah wakaf.
  8. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah kepada Nadzir, selanjutnya ditunjukkan kepada PPAIW untuk dicatat pada daftar Akta Ikrar Wakaf form W.4.

*Persyaratan wakaf :
  1. Fotocopy Girik / Sertifikat
  2. Fotocopy PBB tahun terakhir
  3. PM 1 dari Kelurahan (keterangan tidak sengketa)
  4. Persyaratan dari Wakif  (yang memberi wakaf)
  5. Fotocopy KTP Wakif
  6. Pernyataan dari Ahli Waris (jika tanah warisan)
  7. Fotocopy KTP Ahli Waris
  8. Susunan Pengurus Nadzir (Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Anggota)
  9. Fotocopy KTP Pengurus Nadzir

Selengkapnya...

Persyaratan Nikah




Berkas-berkas yang harus dipenuhi adalah
  1. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang bersangkutan 1 (satu) lembar.
  2. Fotocopy Kartu Keluarga (KK) 1 (satu) lembar.
  3. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Wali Nikah 1 (satu) lembar.
  4. Pengantar Ketua RT / RW.
  5. Surat pernyataan belum pernah menikah diatas materai Rp.6.000 dan disaksikan oleh Ketua RT.
  6. Pengantar dari Kelurahan: N1 (Surat Keterangan Untuk Nikah), N2 (Surat Keterangan Asal Usul), N4 (Surat Keterangan Orang Tua), N5 (Surat Izin Orang Tua)- untuk calon pengantin di bawah umur 21 tahun-, N6 (Surat Keterangan untuk Duda / Janda cerai mati).
  7. Pas Foto ukuran 2 x 3 sebanyak 4 (empat) lembar.
  8. Surat Rekomendasi Nikah.
  9. Surat Izin Kawin (SIK) dari Komandan bagi anggota TNI / Polri.
  10. Akte Cerai dari Pengadilan Agama bagi calon pengantin yang berstatus Duda / Janda cerai hidup.
  11. Dispensasi Camat bagi yang waktu pendaftarannya kurang dari 10 hari.
  12. Izin Poligami dari Pengadilan bagi yang ingin menikah lagi (beristri lebih dari 1).
  13. Izin dari Pengadilan bagi calon pengantin dibawah umur (calon suami dibawah umur 19 tahun, calon istri dibawah umur 16 tahun).
  14. Surat Keterangan Model K1 bagi WNI keturunan asing.

Perkawinan Campuran
  1. Akte Kelahiran / Kenal Lahir
  2. Surat Tanda Melapor Diri (STMD) dari Kepolisian.
  3. Surat Keterangan Model KII dari Dinas Kependudukan.
  4. Tanda lunas pajak bangsa asing.
  5. Keterangan Izin Masuk Sementara (KIMS) dari Imigrasi.
  6. Fotocopy Passport.
  7. Surat Keterangan dari Kedutaan / perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.

Selengkapnya...

Visi dan Misi

Visi: Unggul dalam pelayanan dan partisipatif dalam pembangunan kehidupan beragama di wilayah Kecamatan Kalideres.

Misi :

  • Mewujudkan kualitas pelayanan prima di bidang NR
  • Mewujudkan kehidupan keluarga sakinah di wilayah Kecamatan Kalideres
  • Mewujudkan kesadaran masyarakat muslim terhadap pemberdayaan wakaf
  • Meningkatkan kualitas dan kondisi masjid yang kondusif
  • Meningkatkan kinerja kemitraan dengan lintas sektoral yang harmonis
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pangan halal dalam kehidupan
  • Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hisab rukyat
  • Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Haji dan Umroh
  • Meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama dalam masyarakat

Selengkapnya...

Menu Pelayanan

  1. Melaksanakan pelayanan Nikah dan Rujuk
  2. Pelayanan, bimbingan dan penasehatan pranikah
  3. Pelayanan dan pembinaan keluarga sakinah serta pemberdayaan ekonomi keluarga.
  4. Pelayanan dan konsultasi krisis keluarga.
  5. Pelayanan, bimbingan, dan pembinaan jaminan produk halal.
  6. Pelayanan dan pembinaan pengembangan kemitraan ormas islam dan lembaga keagamaan.
  7. Pelayanan dan bimbingan penentuan arah kiblat (Masjid, Musholla, TPU, Hotel dan Kantor).
  8. Pelayanan dan bimbingan jadwal waktu sholat, Jadwal imsakiyah dan sertifikat arah kiblat.
  9. Pelayanan data tempat ibadah dan lembaga keagamaan.
  10. Pelayanan pembuatan Akte Ikrar Wakaf (AIW) dan Akte Pengganti Akte Ikrar Wakaf (APAIW).
  11. Pelayanan dan bimbingan manajemen kemasjidan.
  12. Pelayanan dan bimbingan zakat, infaq, dan shadaqoh.
  13. Pelayanan dan pembinaan penyuluhan agama.
  14. Pelayanan dan bimbingan manasik haji dan umroh.
  15. Pelayanan dan pembinaan kerukunan umat beragama.

 

Selengkapnya...

Wilayah Kecamatan Kalideres


Batas Wilayah :
Sebelah Utara : Kec. Penjaringan, Jakarta Utara
Sebelah Timur : Kec. Cengkareng
Sebelah Selatan : Kec. Batuceper dan Cipondoh, Tangerang
Sebelah Barat : Kec. Benda dan Kosambi, Tangerang

Luas Wilayah :
Luas Wilayah Kecamatan Kalideres : 3.023,36 Ha
Terdiri dari 5 (lima) Kelurahan :
1. Kelurahan Semanan : 594 Ha
2. Kelurahan Kalideres : 571,60 Ha
3. Kelurahan Pegadungan : 866,80 Ha
4. Kelurahan Tegal Alur : 496,69 Ha
5. Kelurahan Kamal : 490,27 Ha

Terdiri dari 71 RW, 721 RT

Selengkapnya...

Senin, 02 November 2009

Keluarga Besar KUA Kec. Kalideres


Kepala : Drs. H. Ismail Idris

Penghulu :
HM. Mujib Qulyubi, MH
H. Dedi Faridi, S. Ag
Rohmin, S. Ag
 Purwadi, S. Ag
Hadi Lukmanul Hakim, S.Th.I

Pelaksana :
 Fathurrahman
Etty Jumiati, BA
Khayati
Khoiron
Elliya Effendi
Yayan Mahyani, S.Pd
Anshor Amarullah
Chairunnisa', S. Ag
H. Mudina, SH
Destyanah Husein, S. Kom
Sumarno

Selengkapnya...